Love

ARS LONGA, VITA BREVIS*
Dengan kumpulan judul……

Long Puh, Pelajaran Mengarang, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi,
ada Alina, ada Alina, ada Alina sedang mengarang dan menyanyi.
Mati mati mati, Bayi mati, Catatan-catatan Mira Sato,
Disana Manusia kamar, Penembak Misterius dilerai Sukab,
ah…..menggiring bola, sampai ke Saksi Mata.

Kupu-kupu, di dada seorang wanita itulah ditato, berterbangan,
Ada Kupu-kupu, Ada Tamu hinggap di dada Wanita
di Muka Cermin, Di Tepinya Sungai Parfum,
lalu Menari di Atas Gong, dan bertanya untuk cinta.
Dua lelaki mencabut uban, bercinta, Je t’aime!,
bersandar di Perahu yang Muncul dari Balik Kabut Senja dan Sajak cinta,
mendayu-dayu, ditengah malam,
menyelingkuhi saxsofon, solitude dan akord,
ketika di terminus Seorang Wanita yang Menunggu Telepon Berdering,
taktiktuktaktiktuk, Kasih dan Sepatu Ballet,
aku terpesona, oleh Ratri dan Burung Bangau, lagi-lagi, Lipstik, Bibir,
Suara-suara,Pembunuhan, Pelacur, Surat
dan seorang wanita bertanya untuk sebuah cinta!

Empat Adegan Ranjang, dilakoni, nilainya pun empat, itulah Kejadian,
seandainya Rembulan Terapung di Kolam Renang melihat Panji Tengkorak Menyeret Peti,
dan terbongkar Profil Pembunuh, ah….Alina, Alina, Alina, aku ajak kau naik Taksi Blues,
tapi kejadian-kejadian-kejadian merekam di hamparan ufuk keemasan,
berkilauan seolah datang dan pergi tapi Hidup Terasa Panjang.

Bersama Rahasia,
merangkaki setiap lipat paha-paha yang payah
untuk Orang-orang yang Sakit Kelamin,
diantara Gelang untuk Kaki Seorang Wanita
di Malamnya Malam menyetubuhi kebul asap digorong-gorong,
kali ini….pertemuanku yang batal!

Iblis-iblis itu Tidak Pernah Mati,
telah kutembaki dengan kapsul-kapsul Lipstik, Bibir,
Suara-suara, Pembunuhan, Pelacur, Surat,
tapi Mereka Datang dan Pergi,
lalu Ia Menangis, jatuh ke Lelaki yang Terindah,
ah….. hidup Terasa Panjang, Misti ditelingaku mengajak bersendagurau,
tapi aku Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, lalu tetap belajar mengarang,
dengan Nocturno, sempadan di boulevard tengah kota Yogyakarta,
di pinggir kali Ciliwung, di peluk gunung Tangkubanperahu,

hari ini…
aku mulai mewujudkan setiap asa dan citaku,
untukmu aku berdiri mengunjungi tapak harapan.
Tiada yang aku luruhkan padamu,
bila sang mentari masih menyapaku di siang terang….

Aku titip satu bait puisi,
untuk Seorang Wanita yang Menunggu Telepon Berdering,
manakala Senja di Balik Jendela, meniup angin malam, di Malamnya Malam,
Jakarta kota beriak, berkecipak, bergemerincing,
anting-anting seorang wanita bernama Clara ketika 20 Mei’98,
ah…..pemerkosaan, akukan Eksodus, Ma….!
Bersama Manuel, Da Silva, Erotus, dan Alina, juga Sukab,
menguntai saban hari dengan cerita-cerita pendek Senoku!

TIM-IKJ, August 11th 1999

*Hidup fana, seni abadi



[ puisi ]