Kenapa Kita Menolak Komunisme?

Oleh : Septiawan

Dengan mudah, lancar dan aman, kita jawab kini tanya itu. Tapi, menjelang 1965, hampir tiap pejabat, birokrat, politikus, wartawan, bahkan cendekiawan sebisa mungkin menolak. Mereka gagap dan was-was. Khususnya di depan lebih tiga orang.

Kenapa? Karena komunisme kuat menghipnose sikap dan pikiran massa. Di baris depan, komunisme bergerak menotalirkan orang-seorang. Merubuhkan kapasitas orang untuk patuh dan takluk. Dan membikin orang mencemooh suara yang menyangkal. Mereka dicetak bagai mesin fotokopi: yang langsung merekam "titah" ke kepala. Dan kepala itu 90 prosen kopong.

Bila Partai Komunis Indonesia mengganyang "Kontrarevolusi", kepala itu bilang "ganyang!" Ketika PKI menyikat Malaysia, kepala itu bilang "sikat!" Ketika PKI meneriakkan "Hidup Lekra", kepala itu berseru "hidup!" Kepala itu berisi pikiran yang cuma siap nyala, untuk tugas dan kewajiban tanpa banyak bertanya. Tidak tahu kepala sama berbulu, warna rambut bisa merah, putih, atawa plontos.

Salah satu kemampuan komunisme memang ada dalam kapasitas menyihir sikap dan pikiran orang, yang dikadernya, terkongkong dalam kategori "lawan vs kawan." Logika nalar yang berada di dua titik ekstrim.

Kepala yang kemudian tak membaca laporan International Herald Time , Juni 1988, menilai rontoknya komunisme karena tua dan sempi dada. Terengah-engah mengejar perkembangan melalui sejumlah pembenaran, hingga pada tahun 80-an Vietnam kelaparan dan buruh Polandia menolak kekuasaan Kelas Buruh.

Tak utuh memahami Cina mengecam kapitalisme, dan mementingkan kesetiakawanan "makan bersama dari kuali yang sama." Mengenyampingkan pembuktian ekonom Xiang Qiyuan, dari Universitas Furen pada 1982, bahwa eksperimen sama-rasa-sama-rata bikin tenaga produktif jadi melempem. Dan Deng Xiao Ping akhirnya memilih memakmurkan Cina hanya untuk segelintir orang, sebagian besar lagi tertinggal."

Dan tak membayangkan pada akhir 80-an, Partai Komunis Cekoslowakia rontok secara ajaib. Setelah 41 tahun berkuasa, dalam jangka sebulan ambruk. Rakyat Cekoslowakia merubuhkan pemerintahan Presiden Husak, memilih Vaclav Havel main sepeda-sepedaan di lorong gedung kepresidenan. Mengangkat seorang sastrawan yang berkata, di negeri di mana kata-kata yang ditulis jujur bisa membuat orang mampir di penjara. Kata-kata justru membuat pemerintah gentar dan rakyat mau dengar. Di mana di negeri orang bebas berkata dan mengkritik, kata-kata boro-boro diperhatikan, apalai menularkan cemas.

Para Marxis, sejak awal, menolak pikiran "revisionis": gagasan yang hendak bersikap kritis terhadap pokok-pokok ajaran Marx. Mencetak kepala bernalar hitam putih yang anti pada pikiran yang mau menghujat.

Mereka menolak surat seorang Eduard Bernstein, pada 1898 --kepada konggres Sosial Demokrasi Jerman--, yang menegaskan : yang salah tetap salah walau bentrok dengan keyakinan Marx dan Enggels di suatu masa, dan yang benar tetap benar walau keluar dari mulut antisosialis.

Bernstein menulis surat itu setelah melakoni jalan sosialis yang panjang. Setelah, sebagai kader Partai Sosialis Demokrat, menolak sikap keras Kanselir Otto von Bismarck pada kaum sosialis di Berlin. Lalu lari ke Zurich, Swiss, dan meminta memimpin berkala Der Sozialdemokrat-- pegangan partai sosialis bawah tanah saat itu. Lalu lari ke London, bertemu Bapak Kedua Kaum Komunis, Frierdrich Engels, dan terperangah. Nujuman kapitalisme runtuh seusai krisis ekonomi Eropa (1873-1890), ternyata tak kesampaian. Sampai akhir 1890-a, kapitalisme tetap bertahan dan hidup buruh malah membaik.

Surat Bernstein memang ancaman. Ia menyangsikan doktrin pikiran Bapak Pertama Kaum Komunis, Karl Marx --yang wafat Maret 1883 di Highgate, London, dengan meyakini akan terjadinya "periode paling revolusioner" kelak.

Keyakinan yang oleh Lenin, di Rusia, dipegang erat, dalam konsep dan gerak. "Marxisme mengonsep dunia secara monolitik," ujar Lenin. Keyakinan yang membuat kata-kata sajak pun, seperti dikatakan Mao Ze Dong di Cina kemudian harus "berguna untuk sebuah kepentingan politik" - ketika menjawab keresahan penulis Cina tahun 1942. Tulisan Marxis, menurut Roland Barthes, tiap katanya menyempit ke arah seperangkat keras.

Seperangkat asa itu, oleh para pemimpn komunis, digerakkan ke segala penjuru : dari penjuru, cangkul hingga dengkul. Di sebuah tatanan, ia mengipas dari belakang, dan didepan menunjuk paling panjang, menuduh paling tajam. Hasilnya: suasana mencengkram orang untuk patuh, dengan setengah takut kena dakwa, meyakin-yakinkan diri bukan plin-plan. Suasana tatanan novel 1984, George Orwell, yang continuous frenzy, galau tak henti-henti: digerus ilusi musuh di luar, pengkhianat di dalam, dan sesuatu yang harus "diganyang". Mewaspadai yang "plintat-plintut", "munafik", dan "gadungan", dalam "siskamling" 24 jam terus-menerus.

"Kamus politik " Marxis mengutuk pikiran "revisionis", dengan lantang dan mengemplang. Bila perlu jadi alat bersaing, siapa yang paling muni, antar kolega sendiri. Sampai seorang Mao di Cina mencaci murtad seorang Krushchev di Uni Soviet : "revisionis".

Sebenarnya, adalah wajar bila suatu ajaran ideologis memunculkan "revisionis". Karena biarpun kepala sama berbulu, orang punya latar "ruang dan waktu" berlainan-lainan. Tetapi, ajaran Marxisme sudah bagai agama : setelah menganggap ilmiah, perapalnya merasa kebenaran sudah di tangan. Selebihnya, tinggal soal bertindak.

Para kepala "foto kopi" pun bergerak, merombak. Risih duduk berjuntai di kusi seminar dan diskusi, melainkan seakan angin ribut, mereka harus bergegas. Segala omong ditutup, mulut ribut dipasung. Kesabaran sangat tipis di sini.

Dari mana asalnya? Mungkin berawal dari Karl Marx sendiri.

Karl kecil, menurut seorang penulis, ialah tiran bagi kakak dan adik perempuannya. Anak yang biasa dilecehkan ibunya. Teman yang dicintai sekaligus ditakuti. Meski murid berangka "rata-rata" kelas, ia pintar bersajak yang pedas mencemooh lawan-lawannya. Kepandaian yang tak lekang dimakan waktu sampai ia mati.

Penulis Soviet, Annekov, bertemu Marx di Belgia tahun 1846. Marx dalam umur 28, tulisnya, merupa sosok berambut panjang, tebal dan hitam, serta punya jenis suara berdering mirip logam. Nadanya, nada orang yang yakin "untuk bertahta di atas pikiran manusia dan selalu siap untuk mendiktekan hukum-hukum...." Siratan sosok kukuh, energik, penuh mau, dan biasa bicara dalam tanda seru.

Ada yang menilai, Marx terbawa dongeng Promotheus yang membangkang surga para dewa. Ada yang menganggap cucu Yahudi --yang membeci Yahudi ini, mewarisi sikap garang Nabi Yeremiah dalam Taurat. Tetapi apapun informasinya, Marx yang biasa semrawut+lapar+sakit, punya kesukaan tertentu. Suatu hari seseorang bertanya tentang kebahagiaan yang ia sukai. "Berkelahi, "jawabnya enteng.

Dan kita tahu, Lenin menirunya di Rusia, dan Mao melanjutkannya di Cina. Plus para pengikut menganutinya dengan karakter sikap hitam-putih, tak sabar, dan mekanisme pikiran berpola "kawan vs lawan", "revolusi vs ......"

[ Permata Hati ]
----ooo()ooo----