Karna Ini Amanat

Suatu hari di sebuah kantor.

"Mas ini gimana, sih, " komentar seorang yang sedang menyaksikan temannya mencari pulpen yang hilang.

"Gimana bagaimana maksud kamu?" tanya balik seseorang yang dipanggil Mas tadi dengan gaya bicara agak keMandramandraan.

"Lho, Mas udah lupa dengan kata-kata Mas sendiri? Mas kan pernah bilang ke Saya kalau sebenarnya ketika kita lahir di dunia ini kita tidak membawa sesuatu apapun sehingga kita tidak boleh menaruh hati pada benda-benda yang ada pada kita."

"Terus?" tanya si Mas sambil mengangkat berkas-berkas di meja. Siapa tahu terselip di situ.

"Yah, sekarang Mas baru kehilangan pulpen aja udah blingsatan kayak gitu."

Akhirnya. "Alhamdulillah. Ketemu juga," ujar si Mas tersenyum ceria sambil menunjukan pulpen parkernya.

Si Mas duduk santai di kursinya. Setelah menghelas nafas. "Betul. Kita memang tidak boleh menaruh hati pada hal-hal keduniawian."

"Mas ini bagaimana. Tadi yang Mas lakukan apa bukan bukti bahwa Mas mulai menaruh hati ke pulpen parker sehingga Mas kebingungan ketika pulpennya hilang."

"Saya kebingungan betul. Tapi kalau kebingungan Saya karna begitu cintanya pada pulpen. Yah...belum tentu dong." Jawab si Mas santai.

"Belum tentu gimana maksud, Mas?"

"Kebingungan Saya tidak persis seperti yang kamu duga. Saya mencari-cari pulpen yang hilang, itu adalah manifestasi bahwa pulpen ini sebenarnya hanyalah sebuah harta yang dititipkan Allah kepadaku sehingga aku wajib memeliharanya. Titipan adalah amanat. Namanya amanat kan harus dijaga. Dipelihara. Ditanggungjawabi. Bukannya dibiarkan. Apa karna harta ini bukan milik kita lantas kita enak-enakan saja ketika si harta hilang?" [Bandung, 27 Mei 2000. Zazuli]

Copyright © 27 Mei 2000 Zazuli